Select Menu
Select Menu

Favourite

Jawa Timur

Wisata

Culture

Transportasi Tradisional

Rumah Adat

Bali

Pantai

Seni Budaya

Kuliner

» » » » » » Peran Crisis Management Initiative (CMI) Dalam Menangani Konflik Antara Pemerintah Indonesia Dengan GAM Pada Tahun 2005


Rumah Hijau 16.20 0

Negara bukanlah seorang arbiter yang mampu berdiri netral (pihak ketiga) tetapi justru menjadi bagian dari pihak yang berkonflik atau pihak kedua (Galtung dan Horowitz). Pernyataan Galtung dan Horowitz mengenai ketidakmampuan sebuah negara untuk menyelesaikan konflik  internal yang terjadi kemudian menjadi dasar untuk menentukan sebuah kesimpulan bahwa dibutuhkan kehadiran aktor di luar negara tersebut guna menyelesaikan konflik internal yang terjadi.  Pihak ketiga atau aktor di luar negara pada dasarnya dipahami sebagai individu atau kolektif yang berada di luar konflik antara dua pihak atau lebih yang dapat membantu mereka mencapai penyelesaian masalah yang berupa kesepakatan atau persetujuan.

Lebih lanjut,tujuan masuknya pihak ketiga adalah untuk menciptakan sebuah situasi konflik yang sebelumnya bersifat destruktif menjadi lebih konstruktif. Selain itu, keterlibatan pihak ketiga bertujuan untuk menurunkan eskalasi konflik yang ada,serta mengalihkan semua pihak yang terlibat dalam  konflik menuju ke arah penyelesaian konflik.
Dengan kata lain dapat diasumsikan bahwa kehadiran pihak ketiga dalam konflik yang melibatkan dua pihak atau lebih merupakan sebuah hal yang sangat penting. 

Dalam perkembangannya, pihak ketiga yang dimaksud lebih didominasi oleh aktor-aktor non negara (Non Govermental Organization). Aktor-aktor non negara dinilai sebagai pihak yang dapat mempercepat penyelesaian konflik yang ada. Faktor independensi atau faktor kenetralan adalah faktor yang sekiranya menjadi faktor utama yang membuat keterlibatan NGO sebagai pihak ketiga dalam penyelesaian konflik menjadi sangatlah penting[1].

            Salah satu NGO yang dapat dijadikan contohnya adalah Crisis Management Initiative (CMI). Crisis Management Initiative  atau CMI adalah sebuah organisasi non pemerintah yang bergerak di bidang resolusi konflik. Organisasi ini  didirikan pada tahun 2000 oleh Martti Ahtisaari.  Martti Ahtisaari  sendiri merupakan mantan presiden Finlandia yang juga peraih nobel perdamaian, yang memerintah sejak tahun 1994 hingga tahun 2000. Satu hal yang menarik dari sosok Ahtisaari adalah ia merupakan peraih Nobel Perdamaian.[2]
 
       Sebagai NGO yang bergerak di bidang resolusi konflik,CMI kemudian memperjelas misinya tersebut dengan menfokuskan perhatian pada beberapa komitmen penting. pada dasarnya CMI mempunyai komitmen untuk mencegah meluasnya konflik, membangun manajemen yang kokoh dalam penyelesaian konflik, rehabilitasi pasca konflik dan membangun perdamaian yang berkelanjutan. Tak hanya itu pula, CMI juga berperan akitf dalam membangun dan mendorong terciptanya kehidupan yang demokratis serta kampanye bagi pembangunan yang adil di setiap negara sehingga dapat tercipta perdamaian dunia.

         Lebih lanjut,di Indonesia CMI merupakan satu-satunya NGO yang berhasil memainkan peranannya untuk menyelesaikan konflik yang terjadi antara Pemerintah RI dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di  Aceh tahun 2005.        
       
       Keberhasilan Crisis Management Initiative (CMI) dalam menyelesaikan konflik yang terjadi antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Nangroe Aceh Darrusalam merupakan sebuah prestasi yang mendapat apresiasi secara mendalam. Di bawah pimpinan mantan Presiden Finlandia Martti Ahtisaari , Crisis Management Initiative (CMI) berhasil mendorong kedua belah pihak yang bertikai untuk menandatangani nota kesepahaman atau Memorandum Of Understanding (MoU) di Helsinki,Finlandia. Diratifikasinya Mou Helsinki ini kemudian menjadi momentum baru bagi kedua belah pihak,baik itu Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM)  untuk memulai sebuah pola hubungan baru yang selama kurun waktu 27 tahun belakangan ini mengalami gangguan. 
 
    Peranan CMI dalam menyelesaikan konflik yang terjadi antara Pemerintah RI dan GAM merupakan sebuah hal yang sangat menarik untuk dicermati. Ada beberapa faktor yang kemudian menjadikan CMI sebagai NGO yang bergerak di bidang resolusi konflik menjadi topik yang menarik dan penting untuk diperbincangkan. Faktor yang pertama adalah konflik yang terjadi antara Pemerintah RI dan GAM adalah konflik yang telah berlangsung lama ( 27 tahun) dan sulit ditemukan solusinya. Faktor kedua adalah kegagalan Henry Dunant Center (HDC) yang sebelumnya telah melakukan misi yang sama. Seperti yang telah diketahui HDC merupakan NGO yang pada tahun 2004 telah mencoba untuk melakukan menciptakan sebuah penyelesaian konflik di Aceh. Akan tetapi, misi yang coba diwujudkan oleh HDC menemui kegagalan.


[1] Dean G. Pruitt dan Jeffrey Z. Rubin, “Teori Konflik Sosial”, Jakarta: Pustaka Pelajar, 2004, hlm.374.


[2] “Mission Statement”, dalam  http://www.cmi.fi/mission.html, diakses pada tanggal 10 November 2011.

 Untuk versi makalah lengkapnya dapat diunduh di sini

«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

Tidak ada komentar

Leave a Reply

Silahkan berikan komentar Anda terkait artikel di atas.

Komentar yang bernuansa SARA atau SPAM akan kami remove.

Terima Kasih atas kunjungan Anda. Semoga bermanfaat !!!

Selalu pastikan Anda meng-update berbagai informasi terbaru blog ini.