Select Menu
Select Menu

Favourite

Jawa Timur

Wisata

Culture

Transportasi Tradisional

Rumah Adat

Bali

Pantai

Seni Budaya

Kuliner

» » Ketika Kawan Menjadi Lawan (Sebuah Refleksi Terhadap Peristiwa Kebakaran di Indonesia)


Rumah Hijau 00.37 0

Ketika Kawan Menjadi Lawan
(Sebuah Refleksi Terhadap Peristiwa Kebakaran di Indonesia)

“Kebakaran…kebakaran !!!” teriak warga berlari menyelamatkan diri di tengah malam.

Seorang wanita separuh baya menangis histeris sembari memeluk sebuah bantal guling. Dia gagal menyelamatkan putri kecilnya yang terjerumus dalam kebakaran malam itu. Dia mengira bantal guling itu adalah putrinya yang sedang tidur bersamanya. Wanita itu kini kehilangan putri tercintanya. Kebakaran telah memisahkan dia dan putrinya selamanya. Sangat ironis memang….

                                                                         ***
            Penggalan kisah di atas merupakan sebuah cerita kecil yang termuat dalam buku Bahasa Indonesia semasa saya kelas II SD (Sekolah Dasar) dulu. Kendati kini telah mahasiswa, cerita tentang kebakaran dan wanita tua yang gagal menyelamatkan anaknya itu masih segar dalam ingatan saya. Cerita tersebut memberi gambaran kecil mengenai bahaya kebakaran yang tentunya sangat membahayakan dan merugikan kehidupan manusia karena tidak hanya menelan harta benda tetapi juga korban jiwa. 

Berbicara mengenai kebakaran, masalah yang satu ini memang sudah sangat klasik. Kebakaran merupakan masalah yang sangat serius dan berbahaya. Kita tahu itu. Sayangnya upaya untuk mencegah terjadinya kebakaran (lagi) itu masih sangat minim. Kita cenderung lebih suka memilih bagaimana mengatasi ketika telah terjadi kebakaran ketimbang mencegah timbulnya kebakaran itu sendiri.

Bayangan akan cerita kebakaran dan wanita tua yang kehilangan putrinya kembali mencuat setelah dalam beberapa pekan ini banyak media nasional baik cetak maupun elektronik yang memberitakan mengenai peristiwa kebakaran yang terjadi di beberapa wilayah di Indonesia, sebut saja Jakarta, Semarang, Ambarawa, dan beberapa daerah lain yang luput dari sorotan pers. Kebakaran kini sedang mengintai dan mengancam kehidupan manusia.

Kebakaran Dalam Angka (Data dan Fakta)

            Menilik rekam jejak peristiwa kebakaran di tanah air, berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri, dilaporkan bahwa pada tahun 2011, terjadi 16.500 peristiwa kebakaran di 498 daerah kabupaten maupun kota. Jumlah ini diperkirakan akan semakin meningkat pada tahun-tahun mendatang mengingat kondisi perubahan iklim (climate change) dunia yang semakin sulit diprediksi.[1]
 
Sejak tahun 2008 silam, kebakaran telah menjadi bencana nomor dua setelah bencana banjir. Bahkan kebakaran sendiri menyumbang 15% dari total bencana yang terjadi di tanah air Indonesia. Tentu hal ini menjadi ancaman serius bagi kehidupan masyarakat Indonesia.[2]

Provinsi DKI Jakarta merupakan provinsi dengan jumlah kebakaran terbesar di Indonesia. Tercatat ada 890 peristiwa kebakaran di ibukota Jakarta selama tahun 2011. Jumlah ini bertambah 182 setelah pada tahun 2010 lalu tercatat terjadi 708 kali peristiwa kebakaran. Selain Jakarta, di Medan kebakaran terjadi sebanyak 163 kali, Surabaya 187 kejadian, Bandung 163 kali, Bekasi 127 kali, Depok 124 kali dan Kota Tangerang 167 kali sepanjang tahun 2011.[3]

Jumlah kebakaran tersebut diprediksi akan terus meningkat pada tahun 2012 ini. Berdasarkan laporan VOA Indonesia, belum genap setahun, di ibukota Jakarta saja telah terjadi 80 hingga 100 kasus kebakaran sejak awal tahun ini (baca 100 Kasus Kebakaran di Jakarta Sejak Januari, VOA Indonesia, 28 Agustus 2012). Sedangkan di Semarang, berdasarkan laporan Suara Merdeka, tercatat telah terjadi 147 kebakaran yang menewaskan 11 orang pada penghujung Agustus tahun ini.[4]
Si Jago Merah melahap rumah warga
Sedangkan bila mengkaji dari apa yang melatarbelakangi kebakaran, penulis memiliki dua pandangan. Pertama, kebakaran dapat terjadi karena faktor human error, entah itu karena kelalaian dalam menggunakan listrik, kompor gas, minyak dan hal lain yang dapat memicu kebakaran. Tentu ini sejalan dengan laporan Dinas Pemadam Kebakaran yang menyatakan bahwa 60% kebakaran yang terjadi dipicu oleh hubungan pendek arus listrik, permukiman penduduk yang padat sehingga sulit dalam pemadaman oleh petugas dan material bangunan yang mudah terbakar.[5] Sedangkan jenis kedua adalah kebakaran yang sengaja diciptakan. Dalam perspektif saya, kebakaran dijadikan alat politik oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab dalam menciptakan ketakutan, sebagai reaksi balas dendam maupun sebagai alat untuk merelokasi masyarakat yang berada di suatu permukiman dengan cara “paksa”. 

Pada sisi lain, kebakaran tidak hanya terjadi pada permukiman penduduk. Kebakaran juga telah merusak banyak kawasan hutan di Indonesia sehingga negara mengalami kerugian triliunan rupiah. Bisa ditebak, akan banyak kerugian dari kebakaran hutan iut sendiri selain kerugian financial, seperti polusi udara yang menyebabkan macetnya transportasi darat maupun udara, hilangnya hutan dan sumber hidup satwa, punahnya satwa liar dan tentunya complain asap ari negara tetangga seperti Sinagpura dan Malaysia akibat kebakaran hutan di Sumatra dan Kalimantan. Rumah yang terbakar bisa dibangun kembali dalam beberapa waktu, tetapi hutan yang terbakar akan sulit dan butuh waktu lama untuk bisa menghijaukannya kembali. Harta benda yang hilang masih bisa diganti tetapi kehilangan orang-orang yang kita cintai dalam kebakaran tidak akan pernah bisa kita gantikan dengan apapun itu.

Terlepas dari semua itu, sejatinya kebakaran adalah musuh bersama yang harus sudah bisa dihindari dan dicegah. Data dan fakta di atas paling tidak telah menunjukkan betapa si jago merah masih merupakan musuh yang sangat merugikan kehidupan manusia. Kebakaran masih menjadi momok mengerikan dan mengancam apa dan siapapun tanpa pandang buluh. Untuk itu, baik kebakaran rumah maupun hutan memang harus bisa kita cegah sejak sekarang.

Berkawan Dengan Api
Anda tentu masih ingat dengan pepatah klasik ini bukan? “Kecil jadi kawan, besar jadi lawan.” Pepatah ini paling tidak mewakili situasi yang kini dihadapi masyarakat Indonesia. Tak bisa dipungkiri bahwa api merupakan salah satu elemen penting kehidupan makhluk hidup di bumi selain air, udara dan tanah. Sejak awal ditemukan pada 500 ribu tahun yang lalu, api merupakan teknologi paling klasik yang berhasil ditemukan manusia. Selama ribuan tahun itu pula, api telah menjadi kawan bagi manusia dalam mengelola makanan, cara klasik dalam menghangatkann tubuh, membantu produksi berbagai barang kehidupan manusia hingga menjadi alat penerang sebelum manusia berhasil menemukan teknologi listrik. 

Api selalu menjadi kawan yang baik. Memang demikian adanya. Namun api bisa juga menjadi lawan bila tidak dikelola secara baik. Sikap ceroboh manusia dapat menyebabkan api menjadi musuh bagi kehidupan. Api yang menjadi besar (kebakaran) siap meluluhlantakan apa saja, termasuk manusia dan harta benda. Akan sulit untuk bisa menghentikan kebengisan si jago merah apabila ia (api, pen) telah menjadi besar.

Kebakaran Bisa Dicegah
            Tidak ada yang tidak mustahil. Imposibble is nothing! Demikian kata-kata optimistis mereka yang bijak dalam memandang segala situasi kehidupan ini. Segala sesuatu memiliki masalah dan segala masalah memiliki solusinya. Hal ini berlaku pula bagi masalah kebakaran itu sendiri.

            Setelah dalam beberapa pekan mata dan hati saya dihadapkan pada peristiwa kebakaran yang begitu menyayat nurani, minggu ini saya kembali terhibur setelah membaca sebuah artikel VOA (Voice of America) Indonesia yang memberitakan mengenai kemandirian, sikap inisiatif yang dilandasi kreatifitas masyarakat Solo dalam mengembangkan alat pemadam kebakaran alternatif guna mengantisipasi dan mencegah bahaya kebakaran di Solo.(baca Warga Solo Kembangkan Alat Pemadam Kebakaran, VOA Indonesia, 27 Agustus 2012). 
            Apa yang telah dirintis oleh Sri Utomo  dalam merancang alat alternatif pemadam kebakaran di Solo merupakan sebuah kemajuan yang patut diapresiasi. Ditengah kian maraknya peristiwa kebakaran, memang perlu ada upaya yang solutif dalam mengatasi dan mencegah kebakaran. Kreatifitas Sri Utomo dalam menghadirkan '"Pawang Geni" atau pawang api dari rangka besi dan roda serta sebuah drum kaleng setinggi satu seperempat meter berisi penuh air telah memberi harapan bagi warga Sudiroprajan Solo ketika menghadapi kebakaran dan tidak perlu lagi harus begitu bergantung pada petugas pemadam kebakaran. Pawang Geni sendiri adalah tulisan  pada sisi tengah drum kaleng yang menjadi alat pemadam kebakaran warga  Sudiroprajan Solo ini.

            Dalam pengamatan saya, alat pemadam kebakaran yang dibuat tersebut sangat inovatif dan kreatif. Alat tersebut dapat digunakan dalam lorong-lorong sempit permukiman warga yang tidak bisa dijangkau mobil petugas pemadam kebakaran. Sebuah kerja yang cerdas dan bijak. Patut untuk ditiru oleh seluruh warga masyarakat Indonesia.
Kebakaran hutan
            
              Terlepas dari pencapaian yang sudah dilakukan oleh masyarakat Solo dalam mengatasi kebakaran, hal yang paling diutamakan adalah mencegah peristiwa kebakaran itu sendiri. Bukankah mencegah lebih baik daripada mengobati? 
Berikut beberapa analisa kecil saya dalam mencegah kebakaran. 

                 a.      Hindarkan api dari jangkauan anak-anak.
 Salah satu hal penting yang harus selalu diperhatikan adalah bahwa jangan membiarkan anak kecil bermain dengan api, entah itu korek api, kembang api, petasan, pemantik dan berbagai barang yang dapat memicu kebakaran. Usahakan agar anak selalu berada dalam pengawasan orang tua bila sedang menggunakan barang-barang yang berkaitan dengan api.

                 b.      Jangan Ceroboh !
Hal paling utama dalam keselamatan adalah jangan pernah melakukan kecerobohan. Sedikit kesalahan saja bisa berakibat fatal. Di sini dibutuhkan kehati-hatian dalam menggunakan berbagai barang yang dapat memicu kebakaran seperti listrik, kompor gas, kompor minyak, petasan dan berbagai barang lainnya. Bila Anda seorang perekok, pastikan tidak ada lagi api ketika Anda membuang punting rokok tersebut. Bila Anda bekerja menggunakan kompor gas, pastikan bahwa tabung gas telah terpasang dengan sempurna. Selalu memperhatikan hal-hal kecil karena itu bisa berdampak besar bila kita lalai.

Disamping itu, jauhkan barang-barang yang mudah terbakar dengan sumber api sehingga tidak memicu terjadinya kebakaran. Letakkan alat pemadam kebakaran pada tempat yang mudah dijangkau sehingga memudahkan pada saat proses pemadaman api.

                 c.       Utamakan SOP – Standar Operational Procedure
Ini adalah hal yang paling utama. Jangan bermain api bila takut terbakar. Jangan bermain air bila takut basah. Ungkapan diatas sedikit memberi ilustrasi kecil tentang resiko dari sebuah tindakan. Dengan bahasa lain, segala sesuatu berisiko, segala sesuatu ada aturan mainnya. Sama halnya dengan kebakaran. Kita tahu api itu bisa dimanfaatkan bagi kehidupan. Tetapi bila salah sedikit saja, bisa menjadi bencana besar bagi manusia.

Sejatinya kebakaran dapat dicegah bila setiap insan dapat bertindak hati-hati dan tidak gegabah. Semua kegiatan yang dapat memicu kebakaran perlu berjalan sesuai aturan mainnya atau SOP – Standar Operational Procedure. Selain itu pula, hindari eksperimen-eksprimen illegal seperti pada listrik yang berisiko dan tanpa dilindungi standar keamanan sehingga dapat menimbulkan kebakaran.

SOP ini sendiri harus menjadi perhatian pemerintah dan masyarakat. Pemerintah harus mengawasi produksi berbagai peralatan rumah tangga yang sesuai standar keamanan dan pada sisi lain masyarakat juga mengutamakan SOP dalam penggunaan alat-alat yang dapat menimbulkan kebakaran sesuai standar keamanan pula.

                 d.      Sosialisasi Bahaya Kebakaran.
Selain mengutamakan SOP, hal lain yang juga perlu terus digalakkan adalah sosialisasi bahaya kebakaran. Namun pada kenyataannya jalur ini masih sedikit dilakukan oleh pemerintah. Padahal sosialisasi bisa menjadi alat pendidikan bagi masyarakat dalam bertindak di masyarakat. 

Berkaitan dengan masalah kebakaran, sosialisasi harus lebih diarahkan pada apa itu kebakaran, penyebab kebakaran dan tindakan dalam mencegah kebakaran. Selain itu, nomor kontak Dinas Pemadam Kebakaran setempat perlu diketahui publik sehingga memudahkan komunikasi ketika peristiwa kebakaran terjadi. Sosialisasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari terjun secara langsung di tingkat RT/RW, melalui media massa, media pendidikan dan juga agama. 

Dalam konsep sosialisasi bahaya kebakaran ini, orang tua bertanggungjawab memberikan pendidikan tersebut pada anak-anak, guru pada para siswa, pemuka agama pada umatnya, para tokoh masyarakat pada masyarakat dan pemerintah dalam hal ini lembaga yang berwenang yakni Dinas Pemadam Kebakaran bertanggungjawab memberikan sosialisasi pada masyarakat. Dengan demikian masyarakat mendapatkan pendidikan tambahan mengenai bahaya kebakaran dan cara mengatasinya. Bila ini dapat dilaksanakan dengan baik, sejatinya kebakaran dapat kita hindari sejak dini. 

Selain itu, sosialisasi berkaitan dengan bagaimana menjaga hutan dari bahaya kebakaran juga perlu terus dilakukan. Ini dipandang penting mengingat bahwa hutan sangatlah vital bagi kehidupan manusia. Dampak dari kebakaran hutan dapat menyebabkan kerusakan hutan, kematian satwa liar, kekurangan sumber air, menyebabkan polusi dan juga tentunya berbahaya bagi permukiman penduduk. Sosialisasi bahaya kebakaran hutan perlu ditingkatkan, mengingat berdasarkan laporan Kementerian Kehutanan pada periode Januari-Agustus 2012, telah terdapat 20.850 titik (hotspot) kebakaran hutan di seluruh wilayah Indonesia. Angka ini naik 26,7% dari jumlah kebakaran hutan di periode sama tahun lalu yang sebanyak 16.450 titik.[6] Ini semakin meningkatkan kewaspadaan kita terhadap kebakaran dan tetap menjaga kelestarian hutan kita.

                e.       Inovasi Teknologi Tepat Guna Dalam Mengatasi Bahaya Kebakaran

Kebakaran dapat terjadi kapan dan dimana saja. Hal inilah yang perlu terus kita waspadai. Memang, kita telah memiliki Dinas Pemadam Kebakaran, tetapi itu belum sepenuhnya efektif mengingat mereka juga tidak bisa langsung berada di lokasi kebakaran, nomor kontak yang jarang diketahui masyarakat, dan sulitnya mencapai tempat kebakaran serta berbagai hambatan lainnya.

Sebagai solusi, salah satu cara adalah menerapkan inovasi teknologi tepat guna dalam mengatasi kebakaran. Cara demikian dapat meniru gagasan yang sudah lebih dahulu dilakukan masyarakat di Solo secara mandiri tersebut. Masyarakat dan pemerintah bisa bahu-membahu menciptakan teknologi yang dapat mengatasi kebakaran tersebut. Kebijakan ini tentu sifanya situasional, hanya untuk mengatasi ketika kebakaran terjadi. Kebijakan jangka panjang yang perlu dilakukan adalah melakukan sosialisasi dan pembinaan masyarakat agar lebih bertanggungjawab bagi dirinya sendiri dan orang lain sehingga kebakaran tidak perlu terjadi lagi karena faktor human error maupun moral masyarakat yang mulai luntur sehingga menciptakan mudahnya terjadi kebakaran.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa sejatinya kebakaran itu berbahaya. Kebakaran itu berisiko. Untuk itu pula perlu dihindari sejak dini. Jadikan api sebagai kawan yang membantu kehidupan, bukan lawan yang membawa musibah bagi kehidupan. Mari jaga rumah dan hutan kita. Jangan biarkan kebakaran merebut apa yang sudah kita punya, mencuri mereka yang kita cintai. Semoga kita semakin waspada dalam kehidupan ini. Ingat, bahaya kebakaran mengintip kehidupan kita. Mari kita cegah bersama bahaya kebakaran itu, mulai dari diri kita masing-masing. Sekali lagi kebakaran bisa dicegah dan itu dimulai dari diri kita sendiri.



[1] Zakaria, “2011, Terjadi 16.500 Kebakaran di Indonesia”, dalam http://kalbar-online.com/news/ekalbar/sintang/2011-terjadi-16500-kebakaran-di-indonesia, diakses pada tanggal 5 September 2012.
[2] Sundari, “Jumlah Kebakaran Jakarta Tertinggi di Indonesia”, dalam http://www.tempo.co/read/news/2012/03/01/083387365/Jumlah-Kebakaran-Jakarta-Tertinggi-di-Indonesia-160, diakses pada tanggal 5 September 2012.
[3] Ibid,.
[4] Rifki, “Hingga Agustus Tercatat 147 Kasus Kebakaran, 11 Korban Jiwa”, dalam http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news_smg/2012/09/01/128636/Hingga-Agustus-Tercatat-147-Kasus-Kebakaran-11-Korban-Jiwa, diakses pada tanggal 5 September 2012.
[5] Op.Cit, “Jumlah Kebakaran…”
[6] Arif Wicaksono, “Kebakaran Hutan Tahun Ini Lebih Parah”, dalam http://nasional.kontan.co.id/news/kebakaran-hutan-tahun-ini-lebih-parah, diakses pada tanggal 6 September 2012.

img src=google images.

«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

Tidak ada komentar

Leave a Reply

Silahkan berikan komentar Anda terkait artikel di atas.

Komentar yang bernuansa SARA atau SPAM akan kami remove.

Terima Kasih atas kunjungan Anda. Semoga bermanfaat !!!

Selalu pastikan Anda meng-update berbagai informasi terbaru blog ini.